PENERAPAN BUDAYA POSITIF

 

MEWUJUDKAN LINGKUNGAN POSITIF DI SEKOLAH DENGAN SEGITIGA RESTITUSI UNTUK MEREDAM BULLYING

Oleh: Lucia Titin Tri Wahyuni

 

Bullying berasal dari kata bully, yang dalam kamus Oxford diartikan sebagai 'seseorang yang terbiasa berusaha untuk menyakiti atau mengintimidasi mereka yang mereka anggap rentan'. Dapat diartikan juga sebagai perilaku intimidasi.

Perilaku ini dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja, namun memang paling sering terjadi pada anak-anak. Menurut data KPAI pada tahun 2018, kasus bullying dan kekerasan fisik masih menjadi kasus yang mendominasi pada bidang pendidikan. Hal tersebut kadang sering secara tidak sadar dilakukan oleh siswa pada siswa lain dengan dalih bercanda, hanya bercanda. Ya, dalih atau alasan itulah yang akhirnya seolah melegalkan sikap intimidasi seorang atau kelompok siswa pada siswa lainnya. Situasi tersebut mengakibatkan lingkungan belajar yang tidak positif.

Lalu, bagaimana seorang guru seharusnya menangani kasus ini?

Penting bagi seorang guru mengajak para siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif. Terciptanya lingkungan belajar yang positif mendorong pengembangan minat dan bakat siswa secara optimal. Siswa akan belajar, berlatih, dan mengikuti proses pendidikan dengan baik ketika mereka memiliki persepsi yang positif terhadap sekolah, misalnya perasaan aman, nyaman, merasa dihargai, dan diterima oleh teman-teman dan gurunya. Suasana positif akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan, hubungan antar siswa terjalin harmonis, dan hubungan antara siswa dengan guru berlangsung dalam suasana akrab.

Sebagai individu yang unik, siswa harus dihargai dan dihormati. Setiap siswa diperlakukan dengan adil, tanpa diskriminasi. Siswa harus merasa aman secara fisik maupun psikologis. Siswa bebas dari tekanan, sehingga dapat mengekspresikan diri tanpa takut dinilai negatif. Adanya hubungan yang erat antara siswa dan guru membuat komunikasi siswa lebih terbuka, saling menghargai, memahami, dan mendukung satu sama lain. Penerapan norma sekolah menjadi pedoman dalam menciptakan suasana positif.

Dengan menciptakan suasana yang positif, siswa dapat berekspresi, menyalurkan bakat, mengembangkan kreativitas, dan berkomunikasi dengan baik. Suasana positif juga membuat siswa merasa aman, nyaman, dan bebas dari bully. Pembelajaran yang berpihak pada murid akan terwujud pada suasana positif. 

Disiplin di sekolah saat ini masih menerapkan hukuman fisik dan psikis. Hal ini kurang baik untuk perkembangan psikologis siswa. Sehingga perlu dikembangkan disiplin positif, yang membuat siswa menjadi bertanggung jawab, sopan, menghargai, dan kritis.

 

MEREDAM BULLYING

Bullying atau intimidasi di lingkungan sekolah masih banyak ditemui sehingga perlu dilakukan konseling dengan cara dipanggil secara khusus untuk mengingatkan dan mendorong siswa mengambil sikap yang tepat.

Diperlukan adanya pembinaan secara khusus dan rutin bagi siswa yang sering melakukan intimidasi. Usaha pembinaan yang dilakukan hendaknya berprinsip pada konsep Merdeka Belajar, karena itu pendekatan Restitusi adalah model pembinaan yang cocok dilakukan. 

Pendekatan dengan Segitiga Restitusi ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut. 

1.    Mengidentifikasi kesadaran siswa akan tindakannya yang salah.

2.    Mengubah identitas siswa dari orang yang gagal menjadi orang yang sukses.

3.    Memahami kebutuhan dasar siswa yang ingin dipenuhi dengan melakukan tindakan yang salah tersebut.

4. Menemukan cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan dasar siswa yang ingin dipenuhi dengan melakukan tindakan yang salah tersebut.

5.    Menghubungkan tindakan siswa dengan nilai-nilai yang dipercaya.

6.    Membangun kesadaran siswa akan keyakinan yang diinginkan.

Bagaimana pendekatan ini dilakukan oleh guru, yaitu dengan melakukan serangkaian tindakan restitusi pada siswa yang sering mengintimidasi siswa lain dengan melakukan tanya jawab dan berkomunikasi secara 4 mata. Pendekatan ini dapat dilakukan secara tatap muka maupun daring (melihat kondisi yang memungkinkan).

Secara detail konsep segitiga restitusi telah dilaksanakan sebelumnya pada pertemuan online yang dilaksanakan Selasa, 21 Desember 2021 dengan salah satu siswa yang bernama Damai Joy E., yang merupakan seorang siswa kelas X. Video wawancara segitiga restitusi yang telah dilakukan sebagai berikut.

https://drive.google.com/file/d/1YkvMGn3vXHVV2Iv8AZ-345jINreE3eBM/view?usp=sharing

 

Tahap Seitiga Restituasi meliputi tiga tahap, yaitu Menstabilkan Identitas, Validasi Tindakan yang Salah, dan Menanyakan Keyakinan.

 


Gambar 1. Siklus Segitiga Restitusi

 

 

Berikut tahap Restitusi yang dilaksanakan pada siswa Joy terhadap masalahnya:

    1. Pembukaan:

  • Menanyakan kabar Joy di hari tersebut untuk membuka pembicaraan.
  • Mengajaknya duduk untuk berbincang.    

    2. Menstabilkan identitas 

  • Ibu paham semua orang pernah berbuat kesalahan, contohnya bercanda yang berlebihan, namun  tentu kita harus paham ya kalau kita pun tak ingin diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Ibu juga pernah melakukan seperti itu dulu dan harus mengubah sikap itu. 

    3. Validasi tindakan yang salah 

  • Apa alasanmu melakukan hal tersebut?
  • Adakah cara lain untuk memenuhi kebutuhan kamu dalam bercanda?

    4. Menanyakan keyakinan

  • Keyakinan kelas yang mana yang belum kamu lakukan?
  • Rencana apa yang akan kamu lakukan untuk memperbaiki diri?
  • Memberi keyakinan pada siswa bahwa ia dapat melaksanakan keyakinan kelas dengan baik ke depannya.

Setelah dilakukan tindakan Restitusi siswa yang bermasalah, sering mengintimidasi siswa lain dengan dalih bercanda, menjadi sadar dan paham bahwa apa yang telah dilakukannya adalah sikap yang salah. Pada akhirnya, siswa dapat menemukan solusi dan dapat merencanakan perubahan hal positif ke depan bagi dirinya.

Berikut adalah tanggapan dari siswa yang telah mendapatkan tindakan Segitiga Restitusi.

https://drive.google.com/file/d/1OvwAqQmxjL0GYnRBotRhhQxFdMT9g1oi/view?usp=sharing 

Sebagai Calon Guru Penggerak, saya berharap dapat menerapkan nilai-nilai dan peran Guru Penggerak dalam kegiatan di sekolah agar budaya positif menjadi budaya yang dibiasakan, tentunya dengan dukungan dari kepala sekolah, rekan sejawat, dan wali murid. Lebih lanjut, saya berharap mampu menumbuhkan karakter siswa dengan humanis. 

 


Salam dan Bahagia

SALAM GURU PENGGERAK!

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulai dari Diri - Refleksi Diri tentang Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

1.1.a.4 Eksplorasi Konsep - Refleksi Diri Pemikiran KHD